Kenal Lebih Dekat dengan Undang-Undang UU ITE
UU ITE Masih ingat Prita Mulyasari, pasien Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutera di Tangerang yang pada 2008 mengirimkan surat elektronik ke beberapa temannya karena merasa dikecewakan rumah sakit? Prita merupakan “korban” pertama Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Kasus bermula saat Prita memeriksakan diri di RS Omni Internasional dengan keluhan panas tinggi dan sakit kepala. Karena hasil lab menunjukkan trombosit 27.000, Prita diharuskan menjalani rawat inap dengan diagnosis demam berdarah. Namun, kondisinya malah memburuk. Ia pun segera dipindahkan ke rumah sakit lain.
Kesulitan meminta data laboratorium dan diagnosis dari RS Omni membuat Prita mengirimkan surat elektronik berisi keluhan mengenai pelayanan rumah sakit tersebut ke rekan-rekannya. Akibat menyebarnya surat tersebut, pihak rumah sakit melayangkan gugatan, dan Prita dijerat dengan Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dari situlah dimulai perjuangan Prita mencari keadilan.
Kasus terbaru menimpa Baiq Nuril, seorang guru honorer di Mataram, Nusa Tenggara Barat. Baiq dijerat Undang-Undang No 19 Tahun 2016 yang merupakan perubahan dari Undang-Undang No 11 Tahun 2008. Dia dituduh telah mencemarkan nama baik kepala sekolahnya karena telah merekam ucapan kepala sekolah yang berisi pornografi.
Karena merasa dilecehkan oleh sang kepala sekolah, Baiq membaginya ke rekan guru. Merasa tercemar nama baiknya karena rekaman itu sampai ke Dinas Pemuda dan Olahraga setempat, kepala sekolah melaporkan Baiq ke polisi. Baiq menang di pengadilan negeri, namun dikalahkan pada sidang kasasi di Mahkamah Agung. Hakim MA menjatuhkan hukuman enam bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan penjara.
Artis Pun Kena
Undang-Undang No 19 Tahun 2016 yang merupakan perubahan dari Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik telah menjerat banyak orang sejak pertama kali diundangkan pada 25 November 2016. Tidak terkecuali para dai dan artis terkenal.
Ahmad Dhani salah satunya. Persekusi yang dialaminya saat berada di sebuah hotel di Surabaya, Agustus lalu, membuatnya merekam peristiwa itu dan mengunggahnya di akun Instagram pribadinya. Dalam video itu, dia mengucapkan kata-kata kurang baik kepada pihak yang memersekusinya. Hal tersebut membuat Dhani dilaporkan ke pihak berwajib oleh seseorang bernama Edi Firmanto.
Dalam UU ITE No 19 Tahun 2016 Pasal 45, disebutkan tentang tindakan-tindakan yang bisa menyebabkan seseorang terkena jerat hukum. Dalam Pasal 45 Ayat 1, disebutkan tentang konten yang melanggar kesusilaan dengan hukuman penjara paling lama enam tahun dan denda maksimal Rp1 miliar. Di Ayat 2 disebutkan tentang konten perjudian dengan hukuman penjara paling lama enam tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.
Pasal 45 Ayat 3 merupakan pasal yang paling banyak menjerat pengguna internet dan media sosial khususnya. Konten penghinaan dan/atau pencemaran nama baik bertebaran di media sosial sekarang ini, di tengah panasnya suasana menjelang pemilihan umum dan pemilihan presiden. Hukuman penjara paling lama empat tahun dan denda maksimal Rp750 juta menanti para pelanggarnya.
Pasal 45 Ayat 4 menyebutkan konten pemerasan atau ancaman dengan hukuman maksimal enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Hukuman yang sama diberikan untuk pelanggaran Pasal 45A Ayat 1 tentang konten berita bohong dan menyesatkan serta Pasal 45A Ayat 2 tentang konten yang menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa benci atau permusuhan berdasarkan SARA.
Para pengguna internet harus waspada. Sopan santun dalam berinternet bukan saja karena kita tidak ingin melawan hukum, namun juga menunjukkan kualitas diri kita sebagai manusia beradab.